Medan – Humas: Kepemimpinan pengadilan menjadi faktor penentu kualitas dan kecepatan gerak perubahan badan peradilan. Karena itu pimpinan pengadilan yang notabene adalah hakim dituntut untuk tidak saja memahami aspek-aspek pengadilan yang bersifat teknis yustisial, melainkan juga harus memahami permasalahan non-teknis.
Demikian disampaikan Sekretaris Mahkamah Agung, A.S. Pudjoharsoyo saat menyampaikan pengarahan dalam kegiatan pembinaan pejabat eselon 1 Mahkamah Agung di Ballroom Hotel Four Point, Medan (22/03/2019). Selain Sekretaris Mahkamah Agung, turut memberikan pengarahan, masing-masing Panitera Mahkamah Agung, Made Rawa Aryawan, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Herri Swantoro, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, Aco Nur, Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara, Mulyono, Kepala Badan Pengawasan, Nugroho Setiadji, dan Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan, Zarof Ricar.
Terkait dengan persoalan kepemimpinan, Pudjoharsoyo juga menyampaikan problematika hubungan Ketua dengan Sekretaris Pengadilan yang menurutnya seringkali tidak sejalan. Padahal, lanjut Pudjoharsoyo, keduanya berada dalam hubungan struktural atasan dan bawahan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Pengadilan. “Ketua tetap memegang peranan pimpinan dan sekretaris berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Pengadilan,” tegas Pudjoharsoyo.
Dengan hubungan struktural seperti ini, maka Ketua Pengadilan tidak dapat melepaskan begitu saja tanggung jawab dan tugas-tugas kesekretariatan dan sekretaris tidak beranggapan bahwa atasan langsungnya adalah sekretaris Mahkamah Agung.
Isu-Isu Kepemimpinan Lainnya
Selain permasalahan yang dikemukakan oleh Pudjoharsoyo, para pejabat eselon I lainnya juga mengemukakan permasalahan lain yang berkaitan erat dengan kepemimpinan pengadilan. Herri Swantoro, misalnya, mengemukakan permasalahan tentang manajemen risiko yang berkaitan dengan kepemimpinan pengadilan serta tahapan-tahapan dalam melaksanakan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBK).
“Pemahaman tentang manajamen risiko yang tepat dapat membantu pimpinan dalam mengendalikan organisasi karena semua potensi permasalahan sudah terpetakan dalam pemikirannya,” ujar Harri menjelaskan.
Berbeda dengan Herri, Dirjen Badilmiltun, berbicara tentang kepemimpinan secara umum. “Ketahuilah, setiap hakim adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya,” ujar Mulyono mengawali pembinaannya.
Sementara itu, Zarof Ricar dalam pengarahannnya menjelaskan bahwa tugasnya selaku Kepala Badan Penelitian, Pengambangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan adalah mempersiapkan pemimpin-pemimpin pengadilan. “Karena bagaimanapun, pemimpin pengadilan harus memiliki kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan peranannya secara optimal,” ujar Zarof.
Program Prioritas Kesekretariatan Mahkamah Agung
Di bagian lain pengarahannya Sekretaris Mahkamah Agung juga menyampaikan beberapa prioritas Sekretariat Mahkamah Agung ke depan, baik berupa implementasi program-program yang sudah dicanangkan maupun rencana-rencana program yang akan dilaksanakan pada tahun 2019.
Setidak-tidaknya terdapat delapan program yang disampaikan Pudjoharsoyo. Pertama, pengembangan kompetensi pimpinan pengadilan dalam memahami dan membaca daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA).
Kedua, implementasi pedoman akuntansi berbasis akrual dan pelaporan keuangan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya menuju terciptakan laporan keuangan berbasis akrual sesuai dengan standar akuntasi pemerintah (SAP).
Ketiga, pengimplementasian pengelolaan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) baik umum sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 maupun fungsional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2019.
Keempat, pengembangan aplikasi sistem informasi perlengkapan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Sipermari) untuk penatausahaan barang milik Negara menuju tertib administrasi, tertib fisik/pengelolaan dan tertib hukum.
Kelima, optimalisasi implementasi sistem informasi kepegawaian (Sikep) yang dalam pelaksanaannya berpayung hukum pada Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 50/KMA/SK/III/2019.
Keenam, pengembangan aplikasi sistem informasi Kearsipan Dinamis (SIKD) untuk penatausahaan surat menyurat di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Ketujuh, pengembangan unit kerja pengadaan baran/jasa (UKPBJ) sebagai implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang menggantikan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Dan kedelapan, pelaksanaan reformasi birokrasi dan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). (Humas/Mohammad Noor/RS/photo pepy)