Perwakilan Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Ketua Kamar Pembinaan MA-RI Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., L.LM dengan anggota Faisal Akbarudin Taqwa, S.H., L.LM dan D.Y. Witanto, S.H. mengikuti rapat kerja kelompok yang membahas tentang “On Cross-Border Disputes Involving Children” atau penyelesaian sengketa lintas batas negara terkait anak pada hari Kamis 26 Juli 2018 bertempat di Mediation Chamber 1 Supreme Court of Singapore. Rapat tersebut dipimpin oleh Hakim Agung Singapura Justice Debbie Ong dan diikuti oleh perwakilan dari Mahkamah Agung se-Asean.
Rapat kerja kelompok tersebut merupakan bagian dari rentetan kegiatan Council of Asean Chief Justice (CACJ) yang diselenggarakan setiap tahun. CACJ merupakan acara pertemuan para Ketua Mahkamah Agung se-ASEAN yang penyelenggaraannya bersamaan dengan pagelaran Konferensi Hukum ASEAN ALA.
Prof. Takdir dalam pemaparannya menyampaikan bahwa Indonesia memiliki beberapa aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan sengketa anak antara lain UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, UU Nomor 23 Tahun 2002 jo UU Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan beberapa ratifikasi terhadap konvensi internasional tentang anak.
Selain dari ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang, Mahkamah Agung juga telah menerbitkan peraturan yang memiliki kaitan dengan proses penyelesaian sengketa terkait anak, antara lain Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dalam Perma tersebut diatur bahwa semua sengketa perdata selain yang dikecualikan wajib menempuh proses mediasi. Dalam sengketa perkawinan mediasi dilakukan untuk mampu merukunkan kembali pasangan suami istri sehingga tidak menimbulkan perceraian yang dapat berdampak pada sengketa hak asuh anak.
Dalam rapat kerja kelompok tersebut, masing masing perwakilan dari negara-negara Asean menyampaikan gambaran sistem hukum masing-masing dan kemudian dari berbagai sistem dan prosedur hukum tersebut dicari titik persamaannya untuk membangun hubungan kerjasama antar negara dalam proses penyelesaian sengketa lintas batas negara yang melibatkan anak. Setiap negara menyepakati untuk dibentuk Point of Liaison/POL (titik penghubung) di masing-masing negara dalam proses penyelesaian sengketa lintas negara yang melibatkan anak.
Selain menyepakati beberapa hal penting, juga dijadwalkan akan dilakukan rapat berikutnya untuk merumuskan secara lebih teknis mekanisme kerjasama dalam proses penyelesaian sengketa lintas batas negara terkait anak. (D.Y. Witanto)