Oleh : Hasanudin, S.H., M.H.,
(Ketua PN Tilamuta)
Maxim Justice delay is justice denied (keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak) merefleksikan arti penting hukum acara (administration of justice). Perihal bagaimana pengadilan berproses yang sesungguhnya merupakan ranah administrasi menjadi sangat penting untuk terwujudnya keadilan substantif. Keadilan yang diberikan tidak akan bermakna manakala lahir dari proses yang lamban, rumit dan berbelit-belit.
Asas sederhana, cepat dan biaya ringan adalah jawaban benang kusut proses peradilan. Pada tataran implementasi, pengadilan wajib membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman). Hakim dituntut menyerasikan prinsip-prinsip hukum acara, misalnya ultra petitum partium, et aequo et bono, dan imparsial.
Beberapa undang-undang khusus mengatur jangka waktu penyelesaian perkara, misalnya pada pengadilan tingkat pertama, perkara PHI harus diputus maksimal 50 (lima puluh) hari kerja sejak sidang pertama, atau pada perkara tindak pidana perikanan dalam 30 (tiga puluh) hari setelah terdaftar. MA pun tidak mau ketinggalan, melalui SEMA No. 2 Tahun 2014 ditentukan perkara pada pengadilan tingkat pertama harus selesai dalam 5 (lima) bulan dan untuk tingkat banding dalam 3 (tiga) bulan. Jangka waktu tersebut terhitung perkara terdaftar hingga diminutasi. Semua perkara wajib dimasukkan dalam SIPP secara tepat waktu sehingga tergambar pemenuhan kewajiban penyelesaian perkara.
Selaras dengan SEMA No. 2 Tahun 2014, diterbitkan pula SEMA No. 6 Tahun 2016 Tentang Penanganan Bantuan Panggilan/Pemberitahuan (Sema Delegasi). Harus diakui Sema Delegasi merupakan kebijakan yang responsif mendukung implementasi asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Sebelumnya pendelegasian pemanggilan dilakukan terhadap pihak di luar yuridiksi relatif pengadilan pemeriksa perkara berdasarkan Pasal 5 RV. Tata cara permohonan dan penanganan bantuan panggilan/pemberitahuan (penanganan delegasi) dilakukan tanpa jangka waktu dan belum mengadopsi kemajuan teknologi informasi. Akibat saat itu, penyelesaian penanganan delegasi memakan jangka waktu yang lama, bahkan hingga berbulan-bulan tanpa kejelasan. Penyelesaian (persidangan) perkara menjadi lamban dan berbelit-belit sehingga berujung ketidakpuasan dan ketidakpercayaan dari para pencari keadilan (justiebelen).
PASCA SEMA DELEGASI
Setiap permintaan bantuan panggilan/pemberitahuan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Kewajiban tersebut merupakan kongkretisasi keharusan pengadilan untuk saling memberikan bantuan yang diminta untuk kepentingan peradilan (Pasal 15 UU Kekuasaan Kehakiman).
Penanganan permintaan delegasi secara tepat waktu membutuhkan pemahaman substantif tentang Sema Delegasi. Tentu dibutuhkan pula jiwa pengabdian (altruistik) yang tinggi dari para aparat peradilan. Pola pikir alon-alon asal kelakon atau persepsi “bila dapat diperlama kenapa dipercepat” harus benar-benar dihilangkan.
Pengadilan sebagai sebuah organisasi membutuhkan pembinaan secara terus-menurus. Pembinaan atasan harus meliputi upaya internalisasi tata nilai aparat peradilan yang berintegritas. Di samping pembinaan atas substansi Sema Delegasi, juga perlu ditanamkan nilai-nilai instrinsik didalamnya yakni peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pengendalian (control) dari para atasan langsung harus efektif berjalan. Panitera muda, panitera, KPN dan KPT harus melakukan pengawasan melekat (PERMA No. 8 Tahun 2016). Laporan bulanan panitera kepada KPN dan 2 (dua) bulanan dari KPN kepada KPT tidak boleh dianggap sebagai proforma. Setiap penyimpangan harus dilakukan pembinaan, dan bila perlu sanksi disiplin secara tegas sebagaimana SK KMA No. 071/KMA/SK/V/2008 dan PP Tentang Disiplin PNS.
Tetapi realita menunjukkan bahwa walaupun Sema Delegasi telah lebih dari 2 (dua) tahun berlaku, masih sering kita mendengar keluhan dari rekan-rekan hakim tentang tertundanya penyelesaian perkara akibat lambannya penanganan delegasi. Padahal pasca terbit Sema Delegasi, pengadilan telah berlomba-lomba menerapkannya. Mereka berkirim surat keseluruh pengadilan negeri lain memberitahukan bahwa pengadilannya telah menerapkan Sema Delegasi.
Lambannya penanganan delegasi tentu imbas dari kegagalan menerapkan Sema Delegasi. Deklarasi penerapan di atas tidak diikuti langkah kongkrit pelaksanaan, pemeliharaan dan peningkatan efektifitasnya. Ditengarai lemahnya pembinaan dan pengawasan atasan secara berjenjang sebagai permasalahan utama.
Penulis menginventarisir terdapat 2 (dua) kategori penanganan delegasi. Kategori pertama pengadilan telah sepenuhnya melaksanakan Sema Delegasi. Pengadilan telah membentuk struktur penanganan delegasi dengan cara menunjuk koordinator khusus delegasi. Tata cara penanganan delegasi telah sesuai Sema Delegasi, termasuk telah melakukan input data delegasi pada SIPP sehingga progres penanganan delegasi dengan mudah dapat dipantau.
Kategori kedua telah mendeklarasikan melaksanakan Sema Delegasi. Sebagai wujud kesiapannya telah menunjuk koordinator khusus delegasi, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai Sema Delegasi. Ketidaksesuaian dapat mengenai tata cara penerimaan permintaan delegasi dan pengiriman relaas, tata cara penunjukkan jurusita/jurusita pengganti, jangka waktu penanganan delegasi, tidak mengisi menu delegasi pada SIPP atau belum ada pelaporan rutin kepada KPN dan KPT. Pengamatan penulis, dengan beragam deviasinya, kategori ini adalah kategori mayoritas.
TATA CARA PENANGANAN DELEGASI
Substansi Sema Delegasi mengatur struktur, tata cara, sarana-prasarana dan monitoring. Struktur yang pertama kali harus ada adalah adanya koordinator khusus delegasi yang bertanggung jawab langsung kepada panitera. Oleh karena itu KPN harus menunjuk salah seorang pegawai yang kompeten sebagai koordinator. Tugas koordinator meliputi menerima, mengirim, mendistribusikan dan mengadminisrasikan penanganan delegasi.
Register khusus diperlukan untuk memudahkan monitoring. Sedapat mungkin register dibuat secara elektronik sehingga dapat diakses oleh pengadilan lain. Monitoring dilakukan secara berjenjang, yaitu panitera melaporkan kepada KPN secara berkala setidaknya sebulan sekali, sedangkan KPN melaporkan keadaan penanganan delegasi kepada KPT setidaknya setiap 2 (dua) bulan sekali. Tembusan laporan dikirimkan kepada KMA dan Dirjen Badilum.
Penggunaan sarana teknologi informasi multak dibutuhkan. Setiap permintaan delegasi dilakukan secara elektronik misalnya melalui e-mail atau fax dengan melampirkan bukti pengiriman biaya panggilan kecuali perkara prodeo. Untuk itu setiap pengadilan wajib mempublikasikan biaya tiap radius panggilan/pemberitahuan dalam website. Kini MA telah mewajibkan tiap pengadilan untuk mengisi menu biaya panggilan pada aplikasi komdanas. Tujuannya agar penerapan inovasi e-skum dapat berjalan efektif.
Relaas panggilan di scanning oleh koordinator untuk kemudian dikirimkan secara elektronik kepada pengadilan yang meminta. Dokumen elektronik yang diterima oleh pengadilan yang meminta didistribusikan kepada majelis hakim/panitera pengganti. Atas dasar itu majelis hakim dapat melangsungkan proses pemeriksaan, tetapi untuk minutasi tetap harus melampirkan relaas asli.
Penyelesaian penanganan delegasi sesuai Sema Delegasi hanya membutuhkan waktu paling lama 4 (empat) hari. Jangka waktu tersebut terhitung sejak perintah pemanggilan oleh majelis hakim, pengiriman permintaan delegasi, penerimaan permintaan delegasi, pelaksanaan pemanggilan, pengiriman dokumen elektronik relaas panggilan, penerimaan dokumen elektronik relaas panggilan hingga sampai kepada majelis hakim/panitera pengganti. Perinciannya adalah sebagai berikut :
- Surat permohonan delegasi ditujukan kepada KPN melalui sarana elektronik.
- Paling lama 2 (dua) hari setelah diregister oleh koordinator, panitera menunjuk jurusita/jurusita pengganti untuk melaksanakan panggilan/pemberitahuan.
Paling lama 2 (dua) hari setelah ditunjuk, jurusita/jurusita pengganti harus sudah melaksanakan panggilan/pemberitahuan. - Relaas panggilan disampaikan oleh jurusita/jurusita pengganti pada hari yang sama dengan pemanggilan kepada koordinator. Pada saat yang sama koordinator melakukan scanning relaas dan mengirimkan relaas melalui email atau fax kepada pemohon.
- Asli relaas panggilan/pemberitahuan dikirimkan melalui jasa pengiriman tercatat paling lama 1 (satu) hari setelah diterima oleh koordinator.
- Koordinator delegasi pada pengadilan yang meminta bantuan menyampaikan print out relaas pada hari yang sama dengan diterimanya email (fax) kepada KPN untuk didistribusikan kepada majelis hakim/panitera pengganti.
Dengan menghitung waktu yang dibutuhkan dalam penanganan delegasi ditambah jangka waktu patutnya pemanggilan, maka penundaan persidangan untuk tujuan pendelegasian pemanggilan cukup dilakukan paling lama 2 (dua) minggu. Tetapi kenyataanya sering terjadi setelah penundaan tersebut relaas panggilan belum diterima oleh majelis hakim. Akibatnya majelis tidak berani melanjutkan persidangan sehingga kembali menunda persidangan. Tidak jarang persidangan ditunda untuk 1 (satu) bulan kedepan, bahkan setelah penundaan tersebut terkadang belum ada kejelasan tentang pelaksanaan panggilan sehingga majelis hakim mengambil sikap menunda lagi persidangan.
Pelaksanaan Sema Delegasi selalu terkait dengan pengadilan lain, baik pengadilan lain sebagai pemohon delegasi ataupun penerima permohonan delegasi. Suatu pengadilan yang telah melaksanakan Sema Delegasi, dalam pelaksanaan terkadang “terpaksa” melakukan improvisasi. Terkadang, bahkan sering permintaan delegasi tidak diterima melalui sarana elektronik, ataupun sebaliknya saat memohon delegasi ternyata pengadilan yang dituju belum menyiapkan sarana elektronik untuk penerimaan delegasi. Oleh karena itu dibutuhkan spirit yang sama dari para pimpinan pengadilan untuk terlaksananya Sema Delegasi.
PENUTUP
Saat ini telah dibangun sistem aplikasi delegasi yang terintegrasi dengan SIPP. Input data delegasi pada SIPP mengharuskan upload dokumen elektronik (e-doc) permohonan delegasi pada menu delegasi keluar dan relaas panggilan/pemberitahuan pada menu delegasi masuk. Akan tetapi data tersebut tidak serta merta terbaca oleh pengadilan yang dituju. Terbacanya data harus menunggu suksesnya proses sinkronisasi dengan SIPP MA. Oleh karena itu pengisian data delegasi pada SIPP tetap harus dibarengi pengiriman dokumen elektronik permohonan delegasi atau relaas panggilan/pemberitahuan.
Keberadaan menu delegasi pada SIPP merupakan langkah maju. Keberadaannya sangat membantu panitera dan pimpinan pengadilan dalam melakukan pemantauan terhadap penanganan delegasi. Asalkan sering membuka SIPP, pengendalian oleh panitera dan pimpinan pengadilan akan mudah dilakukan.
Sema Delegasi mengamanatkan agar ketua pengadilan tingkat banding (KPT) melakukan pengawasan proses bantuan delegasi pada pengadilan di wilayah hukumnya. Pengawasan secara berjenjang hingga KPT yang dilakukan secara efektif pasti akan melahirkan pelaksanaan Sema Delegasi secara tepat dan berkesinambungan. Sifat paternalistik birokrasi justru akan berkonstribusi positif melahirkan peradilan yang berintegritas melalui keteladanan dan peran aktif KPN dan KPT.